Senin, 01 Desember 2014

Akhir Sebuah Penantian


Aku William, salah satu siswa yang dapat menimba ilmu di sekolah impian semua orang, yaitu SMA Negeri 1 Bukit Gelang. Aku sih orangnya biasa-biasa aja, mungkin gak setenar orang-orang yang ada dilingkungan ku. Tapi, aku selalu berusaha menjadi salah satu bagian penting dari sekolah yang aku cintai.
Awalnya, aku berusaha menunjukkan sedikit kemampuanku di bidang Seni Tradisional. Hasilnya memuaskan, pada tahun pertama aku dapat menduduki jabatan sebagai Wakil Ketua Sanggar Seni Randai. Disini aku dapat membuat sebuah naskah RANDAI yang berjudul “Balehan Si Pituah Tuo” yang sudah di tampilkan di TVRI Sumatera Barat. Sewaktu beranjak ke kelas XI, aku menjabat sebagai Ketua Sanggar Seni Intan Suri SMA Negeri 1 Bukit Gelang. Dan berselang beberapa waktu, aku pun terpilih sebagai Ketua Seksi Bidang VII Seni dan Budaya SMA Negeri 1 Bukit GelangNamun, bukan itu targetku disekolah yang ku cintai ini. Melainkan, jadi utusan sekolah dalam bidang Ekonomi di Olimpiade Sains Nasional.
Berawal dari kecintaan ku terhadap ilmu sosial sejak aku masih duduk di bangku Sekolah Dasar, dan berlanjut sampai sekarang. Pertama kali aku mengikuti Olimpiade sewaktu berada di kelas XI, yaitu “Smart Students Accounting Competition Universitas Bung Hatta 2013”. Diluar bayanganku, aku dapat meraih peringkat yang menakjubkan yaitu ranking 26 dari ratusan siswa se-Sumatera Bagian Tengah. Dari sini keangkuhan merajalela dalam hatiku. Menganggap enteng semua orang. Dan akhirnya aku tersentak dari keangkuhanku, saat aku hanya berada di posisi ke-4 dan tak dapat menembus 3 besar utusan sekolah di OSN Ekonomi. Sungguh mengecewakan.
Dari kejadian yang membuat aku tersentak dari semua buaian kesenangan itu, aku berfikir bahwa aku bukanlah apa-apa dibandingan 200-an siswa seangkatanku. Dari sini aku bertekad tidak akan angkuh seperti dahulu. Karena aku tahu, sainganku bukanlah hanya teman-temanku disini melainkan semua siswa SMA di luar sana.
“Memang tak mudah menjadi bagian penting dari sekolah terbaik ini.” gumamku dalam hati. Akhir-akhir ini memang banyak anak-anak IPA yang berprestasi dan ini melecut keinginan ku dengan teman-teman untuk menjadi juara dalam beberapa olimpiade. Tapi, apa yang ku harapkan tak semudah yang ku fikirkan. “Anak-anak IPA mendapat fasilitas yang lengkap dalam mereka menghadapi olimpiade sedangkan aku dan teman-teman IPS. Apa??? Kami merasa seperti anak-anak yang disisihkan disekolah ini.”. Kalimat ini selalu terfikir dalam benakku.
“Apaan sekolah, kalo olimpiade buat anak IPA cepet beritanya nyampe, lah buat anak IPS mah 1 hari mau olimpiade baru dikasih tau.” tutur sahabatku Hamdan kepadaku. “Iya sih, gimana mau kita juara kalo persiapan hanya 1 hari menjelang olimpiade” jawabku.
“Mereka selalu berkoar-koar anda pergi saja olimpiadenya dulu, nanti kalo masuk final baru uangnya diganti. Dan kalo juara bakal dapat bonus. Mereka gak mikir??? Kalo kami pergi olimpiade dengan motor dan harus menanggung semua resiko yang ada.” Selenehan sahabatku Onizuka.
Aku hanya tanggapi “Ya beginilah sekolah kita, kalo juara anaknya, kalo pecundang anak orang lain. Kalo bagus anaknya, kalo jelek anak orang lain.”
“Bro, ada Olimpiade Akuntansi di UNRI” sorak Rion dari jauh. “Wah, harus ikut nih” sahut Hamdan. Aku sempat berfikir dalam hati, “UNRI sejauh itukah arena yang harus aku hadapi?”.
Setelah urus ini itu, aku, Hamdan dan Rion pun berangkat ke UNRI tanpa sedikitpun pertanggungjawaban dari sekolah. Setelah sampai disana, kami nginap dirumah kakakku. Keesokkan harinya kami mendaftar, dan ternyata menjadi sekolah terjauh yang mendaftar. Setelah mendaftar kami pulang untuk mempersiapkan diri agar sukses pada olimpiade besok. Hari yang ditunggu-tunggu pun datang. Sewaktu pembukaan, kami kembali di deskriminasi. Tidak hanya disekolah, disini pun juga. Mereka tak mengganggap kami ada, aku sangat ingat ketika Ketua Pelaksana mengucapkan terima kasih pada SMA Negeri 1 Payakumbuh atas kedatangannya ke UNRI sebagai sekolah terjauh yang mengikuti di UNRI. Tanpa bicara sedikitpun tentang kami dari SMA Negeri 1 Bukit Gelang. Kesedihan pun semakin terasa ketika kami melihat semua sekolah memiliki guru pendamping. Tapi, kami apa? Jangankan guru pendamping, pendaftaran pun tidak di akomodir sekolah.
“Ah biarlah, orang yang teraniaya itu do’anya dijabah Allah SWT” gumamku dalam hati.
Olimpiade pun dimulai, selama olimpiade aku merasa bisa menjawab semua soal yang diberikan, karena rendahnya tingkat kesulitan soal itu. Setelah olimpiade selesai, aku berbincang dengan Hamdan dan Rion. “Gimana soalnya? Pasti bisa dijawab donk? Mudahkan?” selenehanku sombong. “Iya sih mudah, tapi bagi lawan kita tentu soal ini juga mudah.” jawab Rion pesimis. “Eh, kita harus juara. Kita harus buktikan pada sekolah bahwa kita bisa tanpa perhatian dari sekolah” kata Hamdan menyemangati. “Kita lihat saja besok gimana hasilnya” kata si Pesimis Rion. Kami pun pulang dan istirahat menunggu hasil keputusan besok.
Keesokaan harinya kami datang pagi sekali, dan langsung menuju papan pengumuman. Aku dan Hamdan terkejut melihat hasil yang ada. Kami hanya menduduki peringkat 13 dalam olimpiade Akuntansi se-Sumatera itu. Rion pun bergurau “Hahahaha, apa kataku. Kalian sih terlalu optimis”. Kami pun pulang dengan tangan kosong penuh kekecewaan. Dan menjadi kekecewaan ku yang kedua.
Beberapa bulan setelah itu, kembali ada olimpiade. Tapi, kali ini olimpiade Ekonomi di UNAND. Aku dan teman-teman pun kembali memupuk sedikit harapan untuk dapat menjadi juara.
Hari olimpiade itu pun tiba, aku dan teman-teman telah bersiap untuk pergi. Eh, surat tugas buat kami masih belum selasai, padahal hari udah jam 8. “Gimana mau sampe ke UNAND tepat waktu, kalo jam segini masih disekolah” geramku dalam hati. Akhirnya kami pun berangkat dan sampe disana olimpiadenya sudah dimulai.
Waktu untuk babak penyisihan pun berakhir, sambil menunggu pengumuman semi-finalis aku pun berkeliling UNAND dengan Onizuka. Detik-detik pengumuman pun datang, harap-harap cemas dihati ini memuncak. Dan akhirnya, aku tak bisa menembus babak semi-final. Ini menjadi kekecewaan ketiga ku selama sekolah disini.
Naik ke kelas XII dengan nilai yang memuaskan, walau ranking turun. Aku kembali melihat secercah harapan. Karena, dibulan November ada dua olimpiade Akuntansi yang pertama di Politeknik Negeri Padang dan yang kedua di Universitas Bung Hatta tempat dimana aku menjadi orang yang angkuh.
Persiapan matang ku jalani untuk 2 event akbar yang akan ku hadapi. Mulai dari belajar lebih giat dari biasanya, dan jarang ku lakukan yaitu berdo’a agar aku dapat meraih peringkat minimal finalis di kedua event akbar ini.
Hari yang ditunggu-tunggu pun datang, dengan dampingan dari Bu Nurhema guru Akuntansi terbaik di SMA Negeri 1 Bukit Gelang. Aku, Hamdan, Onizuka, Rion, dan beberapa teman lainnya bersiap untuk mengikuti babak penyisihan Olimpiade Akuntansi Se-Sumatera di Politeknik Negeri Padang. Dengan persiapan matang usaha dan do’a aku pun optimis dapat menembus babak final. Saat olimpiade berlangsung entah kenapa aku tak bisa menjawab beberapa soal yang harusnya dengan mudah bisa aku jawab. Persiapan matang mengenai Standar Akuntansi Keuangan (SAK) ternyata tidaklah cukup, karena soal-soalnya telah memakai standar akuntansi internasional SAK Berbasis IFRS. Seusai babak penyisihan dengan sedikit pesimis aku berdo’a pada Allah dalam shalatku “Yaa Allah, jika kau tak mengizinkan aku menembus babak final. Minimal masukanlah aku dalam 50 besar peserta disini Yaa Allah”. Saat aku kembali ke gedung olimpiade, panitia bersiap mengumumkan 38 finalis. Dan hasil ini membuat ku menahan air mata, walaupun Onizuka tau bahwa aku telah menangis di dalam hati. Bu Nurhema pun bergurau “Sudahlah, jangan ditangisi Willy. Kan masih ada di Bung Hatta 10 hari lagi.”. Ini menjadi kekecewaan ku yang keempat. Tapi, aku tetap senang karena Allah menjawab do’a ku. Dan aku berada tepat di urutan 50 dari 380-an peserta.
Hari-hari murung karena empat kali gagal menuju impian tetap ku lalui dengan tabah. Dan diberikan semangat oleh Hamdan “Sudahlah Wil, kamu harus bisa bersaing di Olimpiade Akuntansi Universitas Bung Hatta.”. Onizuka pun bicara begitu “Kita harus buktikan bahwa kita bisa di Olimpiade Akuntansi Universitas Bung Hatta.”.
Motivasi ini semakin memacu adrenalinku untuk menjadi juara. Walau sebelumnya aku memakai prinsip Ir.Soekarno “Gantungkanlah cita-citamu setinggi langit, apabila terjatuh. Kamu akan jatuh diantara bintang-bintang”. Kali ini aku tak mau mematok hal yang terlalu tinggi dalam do’a ku. Dan aku berprinsip “Kita boleh optimis, tapi optimis pun harus realistis.”.
Kembali aku mempersiapkan diri, kali ini lebih matang. Karena aku juga mempelajari standar akuntansi internasional SAK Berbasis IFRS yang tak akan ditemukan di bangku SMA. Dan aku kembali berserah diri agar aku lebih dimudahkan Allah SWT.
Olimpiade yang membuat aku menjadi angkuh kembali datang padaku dengan judul yang sama “Smart Students Accounting Competition Universitas Bung Hatta 2014”. Masuk ke Auditorium Kampus 1 Bung Hatta dengan wajah optimistis. Olimpiade pun dimulai tepat pukul 10.20 WIB. Olimpiade berlangsung selama 80 menit dengan 100 butir soal. Aku agak lambat dari biasanya menjawab soal-soal yang ada. Dan aku dikejutkan bahwa waktu hanya tinggal 15 menit sedangkan aku baru menjawab sampai soal ke 60. Tanpa pikir panjang, ku balik soal itu, dan mulai dari angka 100. Alhasil, aku dapat menyelesaikan 84 soal dari 100 butir soal olimpiade ini.
Menunggu hasil, aku shalat dzuhur berjamaah di masjid Bung Hatta. Aku kembali berdo’a dengan optimis tapi realistis “Yaa Allah, jadikanlah aku finalis disini Yaa Allah. Jika aku tidak menjadi finalis disini. Mungkin, jalanku bukan di Akuntansi maupun Ekonomi. Aku akan beralih ke jurusan lain yang mungkin memang akan menjadi bidangku.”.
Sekembalinya aku ke Auditorium Bung Hatta. Aku langsung duduk di posisi terdepan. Dan berharap-harap cemas akan masuk final. Nama pertama pun diumumkan, dengan awal 055 yang merupakan kode sekolah SMA Negeri 1 Bukit Gelang di olimpiade ini. Tapi sayang, itu bukan namaku, melainkan nama Hamdan yang menjadi pemuncak dengan nilai yang tak terkejar lagi di penyisihan. Nama selanjutnya tidak berawal dari 055, dan di nama kelima kembali dengan awal 055. Lagi-lagi sayang, itu bukan nama ku, tapi nama Rion. Selanjutnya di nama kedelapan kembali ada 055, aku kembali kecewa. Karena itu bukan nama ku, melainkan nama Rea. Aku merasa semakin pesimis karena sampai nama kesepuluh tidak ada 055. Dan di nama kesebelas kembali muncul 055, namun menyakitkannya itu adalah nama Onizuka. Aku semakin dan makin pesimis, karena duabelas, tigabelas, dan empatbelas bukan dari 055. Sangat sedih, walau di nama kelimabelas kembali hadir 055. Tapi, aku tak yakin itu aku, sampai juri bicara “Dan yang terakhir, dengan nomor 055-00-12012 dari SMA Negeri 1 Bukit Gelang atas nama William”. Perasaan haru pun tak dapat ku tahan, dan langsung dengan gegas meminjam penggaris dan pena untuk persiapan final.
Di final, aku merasa sangat gemetar. Karena ini merupakan final pertamaku. Dengan waktu 60 menit. Menurutku tak akan ada orang yang bisa sampai Laporan Keuangan. Tapi aku dapat mencapai Laporan Keuangan yaitu Laporan Perubahan Ekuitas. Namun, aku tahu aku salah. Karena, aku mengunakan pendekatan Ikhtisar Laba/Rugi bukan Harga Pokok Penjualan yang tidak jelas tertera disoal.
Mungkin juga karena do’a dan usahaku hanya sampai final bukan sampai juara. Saat menunggu pengumuman juara, lagi-lagi Bu Nurhema bergurau “Kalo Willy masuk final gini, Ibu jadi senang, gak liat Willy nangis kayak di PNP lagi”. “Ah, Ibu ini” jawabku singkat.
Saat pengumuman pun, aku sudah tak ada beban lagi. Karena memang targetku hanyalah finalis bukan juara. Dari juara 1 sampai harapan 2 tidak ada dari SMA Negeri 1 Bukit Gelang. Hamdan ranking 6, Rea dan aku ranking 9 dan 10 karena point kami sama, Onizuka ranking 14, dan terakhir si pesimis Rion.
Aku pulang dengan bahagia, tanpa sedikitpun kekecewaan. Dan aku belajar dari empat kekecewaanku dan dua do’aku yang dijabah Allah SWT. Bahwa, kita bukanlah apa-apa tanpa Allah, dan Allah-lah yang Maha Cerdas. Tidaklah boleh seorang hamba sombong, atas ilmu yang diberikan Allah.
Penantianku atas sebuah prestise pun terwujud, dan aku selalu membangga-banggakan pada orang-orang bahwa aku adalah seorang finalis. Terima kasih Allah SWT, keluarga, sahabat, dan N.O. si adik kelas yang selalu mendukungku.

6 komentar: